TNI Masuk Industri Farmasi: Solusi atau Masalah Baru?

   BPOM menyatakan komitmennya untuk mendukung program strategis Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dalam membangun kemandirian farmasi nasional sebagai bagian dari ketahanan negara. Komitmen ini disampaikan dalam pertemuan resmi antara Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dan Menteri Pertahanan, Syafrie Syamsudin, yang berlangsung di Kantor BPOM pada Selasa (20/5/2025) (Kementerian Pertahanan RI, 2025).

    Secara prinsip, TNI memiliki ranah utama di bidang keamanan dan pertahanan, bukan kesehatan. Namun, TNI memiliki akses yang luas karena jaringannya yang tersebar hingga ke daerah terpencil. Di sisi lain, TNI memiliki kewenangan dan berpotensi melanggar supremasi sipil. Selain itu, ada potensi dampak negatif lainnya, yaitu hilangnya kepercayaan publik bila transparansi tidak dijaga. Meskipun program ini telah disetujui oleh BPOM dan Kemenhan dan berpotensi mempermudah akses bahan baku obat dari luar negeri serta memperkuat sektor farmasi, tetapi peran TNI di sini masih belum jelas, apakah akan fokus pada industri atau distribusi. Transparansi TNI dalam program ini juga masih dipertanyakan (BPOM, 2025).

    Kekuatan dan dominasi TNI dalam industri farmasi dapat menjadi ancaman bagi non-TNI dan menimbulkan kekhawatiran publik. Seharusnya, inovasi di bidang farmasi dapat berjalan baik selama sesuai hukum dan melibatkan apoteker sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat. Idealnya, peran TNI dalam farmasi lebih difokuskan pada situasi krisis, seperti pandemi, bukan dalam kondisi normal. Kolaborasi dengan berbagai pihak justru lebih disarankan (Antara News, 2025).

    Kolaborasi sebaiknya ditekankan pada aspek pelatihan berbasis militer antara BUMN, pemerintah, atau swasta dengan TNI, mengingat instansi kesehatan militer dikenal unggul dalam ketepatan dan kecepatan pengobatan. Namun, dari sudut pandang apoteker, hal ini berpotensi menimbulkan kerugian signifikan, seperti persaingan harga, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan regulasi yang diperketat untuk memenuhi standar militer. Di sisi lain, masyarakat mungkin awalnya meragukan efektivitas industri farmasi TNI, tetapi dapat diuntungkan dengan penurunan harga obat secara menyeluruh dalam jangka panjang.

    Meskipun kolaborasi intelijen antara TNI dan aparat hukum sipil dapat memperkuat investigasi dan penindakan terhadap mafia farmasi, terdapat beberapa risiko yang perlu dicatat. Pertama, TNI tidak memiliki wewenang hukum dalam penindakan kasus pidana sipil, kecuali dalam status darurat militer. Kedua, ada potensi tumpang tindih kewenangan dan pelanggaran prinsip supremasi sipil jika TNI terlalu jauh masuk ke ranah bisnis, produksi, atau regulasi. Selain itu, dampak negatif seperti hilangnya kepercayaan publik dapat terjadi jika transparansi tidak dijaga (Kementerian Pertahanan RI, 2025).

    Harapan dari kami, kolaborasi antara TNI dan apoteker dapat menjadi solusi strategis dalam memperkuat sistem kesehatan nasional, khususnya dalam bidang logistik, distribusi, serta pelayanan kefarmasian. TNI memiliki keunggulan dalam hal logistik, transportasi, dan jaringan personel yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil yang sulit dijangkau. Dengan kemampuan tersebut, TNI mampu mendukung distribusi obat-obatan dan alat kesehatan agar merata hingga ke pelosok negeri, serta menjamin keamanan rantai pasok, terutama dalam situasi bencana atau keadaan darurat kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA 

ANTARA News. (2025, 20 Mei). BPOM gandeng Kemenhan atasi harga obat mahal. https://www.antaranews.com/berita/4845877/bpom-gandeng-kemenhan-atasi-harga-obat-mahal

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2025, 20 Mei). Sinergi sehat, pertahanan kuat: Kolaborasi BPOM dan Kemenhan. https://www.pom.go.id/berita/sinergi-sehat-pertahanan-kuat-kolaborasi-bpom-dan-kemenhan

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (2025, 20 Mei). Kementerian Pertahanan RI dan BPOM perkuat sinergi untuk kemandirian farmasi nasional. https://www.kemhan.go.id/2025/05/20/kementerian-pertahanan-ri-dan-bpom-perkuat-sinergi-untuk-kemandirian-farmasi-nasional.html

Dokumentasi :


 

Komentar

What's Popular?